Minggu, 25 September 2016

Hegemoni Semata?

Tuhan memang sering membolak balikkan hati. Ada yang mantap akan sesuatu tiba-tiba dengan cepatnya memutuskan untuk mundur. Apakah ada yang yang kecewa? Ya barang tentu sesuatu yang sudah diniatkan akan menjadi kekecewaan apabila tidak terlaksana. Memang Tuhan menyimpan erat-erat rahasianya, menyimpan teliti pesannya kepada kita makhluk ciptaanya. Ada haru ada marah ada cacian yang akan disematkan, tapi apakah kita menganggapnya cobaan? Toh Tuhan yang berikan. Memang jalan pikiran kita berbeda, hanya Tuhan yang tahu dan punya andil besar terhadap kehidupan kita, Ia hanya akan menuntun kepada hal-hal yang menurutnya kita akan sepenuh hati memperjuangkannya.
Air mata Agus begitu terasa tatkala banyak orang yang menganggapnya sebagai generasi panutan dalam idealisme berbelok arah ke jenjang yang sangat kotor di negeri ini. Atas nama apa ia rela mengorbankan segalanya? Bangsa Indonesia? Jakarta? Atau karena sang panutan dalam karir militernya?. Orang-orang akan terus bertanya, mencibir, dan tak henti-hentinya merangkai ribuan alasan untuk menjelaskan tolok ukur pembelotan Agus. Ya, tak ada yang tahu, hanya Tuhan lah yang akhirnya bercerita yang tentunya lewat kampanye etos kerja Agus. Sangat munafik apabila kita mengetahuinya sekarang.
Ini mengingatkan saya atas pidato yang disampaikan Kobe Bryant saat terakhir kali menginjakkan kaki di lapangan Staples Center. Banyak orang menangis, tak tahan dengan momen yang terjadi sekali dalam kehidupannya. Melihat sang idola untuk terakhir kalinya bermain untuk club kebanggan kota Los Angles. Apakah ada andil Tuhan di dalamnya? Atau memang ada isyarat dari olahraga yang ia geluti untuk berhenti? Secara umur, ya. Tapi secara penampilan dia masih menjadi elemen penting di-guard Lakers untuk tahun-tahun kedepan. Akan sangat kentara apabila setelahnya ada kemunduran club gara-gara pengumuman pensiun si pemegang rekor masuk enam kali NBA All-star ini. Dan sangat munafik apabila kita mengetahuinya sekarang.
Ini terjadi di hubungan percintaan manusia. Ada andilNya yang begitu dahsyat atas begitu banyak janji-janji manis, ketololan yang berujung gelak tawa, sampai keputusan untuk megakhiri hubungan manis itu. Riskan sekali kalau dianalisis lebih jauh, memang sesuatu yang membutakan mata batin. Ada banyak sekali contoh tentang bagaimana menjalani sebuah hubungan, banyak sekali contoh nyata yang ada di layar kaca, para artis dengan 1001 alasan yang layak untuk masyarakat terima sebagai iki lho bahagia kui. Tidak cuma segelintir penjual muka yang ngganteng dan cantik-cantik tetapi yang bernuansa hijrah  juga fasih mengkampanyekan arti dasar kata bahagia.
Memang manusia hanya bisa mendongak ke atas, melihat keindahan nirwana tanpa menyadari bara di bawahnya. Mengagungkan imajinasi tanpa melucuti seonggok apa dia di mata dunia. Salah? Tidak, manusia ini memang orang yang penuh pikiran toleran. Ada yang menjalani hidup dengan pasangannya tetapi lupa kalau memang dunia bukan sekedar melihat dan mencontoh. Sangat gampang kita tersenyum, tentram tetapi apakah itu juga dirasakan pasangan kita. Mbok ya o sesekali kita bertanya untuk apa kita mencintai seseorang yang akhirnya kita sendiri menjadi bagian yang menghancurkannya karena lupa bahwa kebahagiaan seseorang dengan yang lain berada pada dimensi yang berbeda. Kita nguri-uri pikiran bahagia tetapi lupa bahwa sesungguhnya kebahagian kita tergantung Allah atas kendakNya.
Mencintai adalah hal lumrah, tapi mengakui pada tempatnya adalah anjuran agama. Ini akan menjadi antitesis apabila kita mengakui atas anjuran agama tetapi mencederai apa arti dari mencintai itu. Contoh ada kita mencintai seseorang, kita malu akan mengakuinya, diam-diam. Tetapi memang perasaan tidak akan membohongi pemiliknya, pasti akan ada masa saat ada yang bertanya “ sayang mbi aku? “. Kita tahu sesuatu tidak akan bertahan lama di dalam diri kita, tetapi karena memang agama kita melarang hubungan yang tidak sah, kita mendiskreditkan orang itu, menganggapnya hal yang berbau dosa, dan yang paling pelik adalah sedikit demi sedikit menggerus silaturahmi, atas dasar agama. Salah?
Sungguh Tuhan maha mengetahui dan maha membolak-balikkan hati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar